WahanaNews-Babel | Pemerintah mewajibkan calon penumpang pesawat udara menunjukan hasil negatif tes polymerase chain reaction atau PCR.
Biaya tes PCR atau harga tes PCR dinilai cukup mahal, sehingga aturan baru tersebut menuai banyak kritik.
Baca Juga:
Polisi Ciduk Sopir Grab yang Culik dan Peras Penumpang Rp 100 Juta
PCR sendiri adalah pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi keberadaan material genetik dari sel, bakteri, atau virus.
Saat ini, PCR juga digunakan untuk mendiagnosis penyakit Covid-19, yaitu dengan mendeteksi material genetik virus Corona, meski tak sepenuhnya akurat.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, membeberkan, selama ini ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) tes PCR di lapangan banyak diakali oleh penyedia, sehingga harganya naik berkali lipat.
Baca Juga:
PLN EPI Teken MoU dengan Indokorea Gas Kembangkan Infrastruktur Midstream LNG di Nusa Tenggara
"HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider (penyedia) dengan istilah 'PCR Ekspress', yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1 x 24 jam," tutur Tulus, dilansir Minggu (24/10/2021).
Dia juga menilai, kebijakan wajib PCR bagi penumpang pesawat itu diskriminatif, karena memberatkan dan menyulitkan konsumen.
"Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai apapun," katanya.