WahanaNews - Babel | Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menyebutkan, aktivitas penambangan bijih timah rakyat marak sebagai pemicu kasus malaria 2022 mencapai 123 orang atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya 104 kasus.
"Selama 2022 kasus malaria terbanyak terdapat di Bangka Barat mencapai 109 kasus," ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Babel, Evalusi SKM di Pangkalpinang, Senin (13/2/2023).
Baca Juga:
Sorong Selatan jadi Kabupaten Pertama di Papua Barat Bebas Malaria
Ia mengatakan, masalah malaria di Bangka barat masih menjadi pekerjaan rumah (PR), karena banyaknya tempat reseptifitas, terutama di wilayah tiga puskesmas pesisir Bangka Barat yaitu PKM Jebus, Puput dan Sekar Biru.
"Tiga daerah ini menjadi tempat penyebaran malaria yang serius, karena banyaknya aktivitas penambang yang bermukim di sekitar tambang yang merupakan wilayah reseptif menjadi faktor utama tertularnya malaria," ujarnya.
Menurutnya, perubahan suhu, kelembapan, curah hujan serta perubahan kondisi iklim sangat berdampak pada kejadian peningkatan nyamuk malaria karena nyamuk anopheles (vektor pembawa parasit malaria) akan berkembang jika tidak dilakukan pengendalian vektor.
Baca Juga:
Malaria Ancam Pekerja Proyek Pembangunan IKN Nusantara
Malaria, kata dia, merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, nyamuk anopheles, walaupun mudah menular melalui gigitan nyamuk, malaria bisa sembuh secara total jika diobati dan dengan tepat.
"Jika tidak diatasi dengan tepat malaria juga dapat menyebabkan kematian," katanya.
Ia menyatakan, beberapa upaya Dinkes Babel dalam menekan penularan dan pengendalian malaria, diantaranya penguatan laboratorium pemeriksaan malaria, pengobatan yang terstandar untuk menghindari relaps atau kambuh.