WahanaNews-Babel | Sekelompok siswa SMA Negeri 1 Membalong, Belitung, Babel, memproses kembali gula aren atau dalam bahasa lokal gule kirik atau gule kabong menjadi gula semut.
Dengan kemasan yang menarik, produk tersebut membuat gula aren yang khas dari Kecamatan Membalong, Belitung, menjadi naik kelas.
Baca Juga:
Kredit UMKM Tanpa Jaminan dan Bunga di Kukar Jadi Rujukan Daerah
"Saya sangat gembira dan sangat optimis bahwa perkembangan UMKM yang lahir dari anak-anak SMA Negeri 1 Membalong mengolah gula aren telah mengangkat produk naik kelas tinggi sekali, dari sisi branding, packaging, kontennya juga bagus, pemilihan narasinya bagus dan sangat profesional," kata Wakil Bupati Belitung, Isyak Meirobie, Minggu (3/4/2022).
Bahkan, menurutnya, produk tersebut layak ditampilkan pada event G20, di mana Belitung rencananya akan menjadi tuan rumah pertemuan tingkat Menteri Pembangunan pada September 2022 mendatang.
Hanya berikutnya perlu dilengkapi legalitas yang berkaitan dengan pangan.
Baca Juga:
Gawat! Korban PHK di Indonesia Tembus 64 Ribu, 3 Sektor Utama Paling Terdampak
Selanjutnya, produk bermerek De Kabong tersebut juga harus berproduksi secara konsisten.
Produksi yang konsisten ini juga berkaitan dengan kualitas gula aren yang harus terjaga.
"Untuk urusan branding dan marketing serahkan kepada pemerintah daerah dan jangan lupa menggunakan digitalisasi, mudah-mudahan bisa menjadi stimulator bagi UMKM di Pulau Belitung," ucapnya.
Sudah lama Kecamatan Membalong terkenal dengan produk gula aren atau dalam bahasa lokal disebut sebagai gule kabong.
Masyarakat di selatan Pulau Belitung ini pun masih ada yang mengambil air nira untuk diolah menjadi gula aren dengan kualitas yang tak bisa dipandang sebelah mata.
Melihat potensi ini, sejumlah siswa di SMA Negeri 1 Membalong terinspirasi mengolah gula aren ini agar lebih naik kelas, yakni dengan memproses lebih lanjut untuk menghasilkan gula semut bermerek De Kabong Palm Sugar.
Gula semut merupakan gula merah, namun berbentuk bubuk atau ada pula yang menyebutnya sebagai gula kristal.
Dinamakan gula semut lantaran bentuknya mirip dengan rumah semut yang bersarang di tanah.
Gula jenis ini memiliki sejumlah keunggulan yakni kandungan glikemik yang lebih rendah dari gula pasir maupun gula aren.
Indeks glikemik ini mengindikasikan seberapa cepat makanan diubah menjadi gula darah, sehingga makin tinggi nilainya, makin cepat pula gula darah naik.
Dengan indeks glikemik yang lebih rendah, gula semut lebih aman dikonsumsi bagi penderita diabetes.
"Gula semut yang kami olah ini juga tidak menggunakan bahan pengawet, tapi bisa tahan sampai satu tahun," kata Nadya Aprida, siswa yang masuk dalam tim produksi gula semut.
Gula semut De Kabong diproses dari turus-turus gula aren yang disisir sehingga bentuknya halus.
Gula berbentuk halus itu kemudian dipanaskan hingga agak meleleh lalu diangkat sambil terus diaduk hingga bentuknya berpasir.
Tak usai di situ, gula tersebut kemudian dioven, lalu diayak untuk memisahkan kristal halus dan kasar.
Kristal kasar kemudian diolah lagi agar menghasilkan gula semut yang kualitasnya halus. [dny]