WahanaNews-Babel | Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengizinkan berlangsungnya pembelajaran tatap muka (PTM) atau sekolah offline dengan kapasitas full alias 100 persen.
Di beberapa wilayah seperti DKI Jakarta pembelajaran sudah berlangsung mulai pekan ini. Otomatis itu juga membuat kegiatan ekonomi di belakangnya bergerak.
Baca Juga:
Mantan Kepala BIN Indonesia Tegaskan Pramuka Tetap jadi Ekstrakurikuler Wajib
Lalu, apakah sektor terkait seperti tekstil kelimpahan berkah?
"Kalau dari anak sekolah belum kelihatan ada kenaikan. Mungkin pakai stok-stok lama karena memang dari orang tua pun masih ada keraguan ini full masuk atau nanti mereka takut ada perubahan lagi," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI), Redma Gita Wirawasta dilansir dari CNBC Indonesia, Selasa (11/2/22).
Sejumlah siswa-siswi mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 01 Pondok Labu, Jakarta Selatan, Senin (3/1/2022).
Baca Juga:
Soal Kelebihan Tunjangan Guru Rp23 T Era Anies Mendikbud, Kemenkeu Angkat Suara
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menerapkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan kapasitas 100 persen di seluruh sekolah mulai hari Senin (3/1).
Relaksasi kebijakan ini sesuai dengan kondisi PPKM Level 1 yang diterapkan di Jakarta.
Kepala bidang kesiswaan SD 01 Muhamad Nasir mengatakan, kebijakan tersebut merefleksikan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yang diputuskan pada 21 Desember 2021.
SKB dengan Nomor Nomor 05/KB/2021, Nomor 1347 Tahun 2021, Nomor HK.01.08/MENKES/6678/2021, Nomor 443-5847 Tahun 2021 berisi tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19.
Meski dibuka 100 persen, Sekolah mewajibkan semua warga sekolah untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Terlebih lagi bagi mereka yang belum divaksinasi. Kebijakan PTM juga disambut baik bagi orang tua murid, Yulia salah satu orang tua murid kelas 2 mengatakan senang setelah dibuat PTM 100%.
"Saya selaku orang tua menyambut baik keputusan pemerintah ini, sebab anak juga kan mau ketemu teman sebayanya, juga belajar tatap muka masih sangat perlu diterapkan, agar siswa bisa cepat tanggap kalau langsung diajar gurunya" katanya.
Secara tren, geliat tekstil terjadi saat dimulainya kegiatan sekolah pada awal semester ganjil, yakni pertengahan tahun antara Juni dan Juli.
Pasalnya banyak siswa baru masuk sekolah atau naik jenjang tingkatan. Sementara Januari tidak begitu banyak perubahan.
"Tapi saya kira full jalan terlihat sekitar April-Mei. Sekarang mulai menggeliat mungkin, tapi dengan stok lama karena dilihat dari IKM yang banyak bikin itu lebih banyak bikin baju biasa, bukan anak sekolah," sebut Redma.
Meski tidak banyak mendapatkan berkah dari kegiatan belajar mengajar, namun tekstil hidup dari faktor lain, yakni meningkatnya kebutuhan masyarakat hingga terhambatnya impor dari negara tetangga.
"Barang impor tertahan banyak karena China lagi krisis kemarin, beberapa negara lain kaya Korea Taiwan ada masalah kontainer dan freight cost mahal jadi tertahan barang-pemerintah impor. Pemerintah juga mengeluarkan safeguard garmen dari sebelumnya safeguard kain plus ditambah negaranya. Di hilir mungkin pasar lokal sekarang 75%-80% kelihatannya dari market. Di hulu demand ke hulu juga besar. Biasanya lokal 55%-60%," lanjutnya. [dny]