WahanaNews-Babel | Komisi III DPR RI mengungkapkan akan segera membahas rancangan undang-undang yang akan mengatur jabatan hakim, yang saat ini dinilai belum diatur secara jelas dalam undang-undang.
"Dalam waktu dekat ini, DPR akan segera membahas RUU Jabatan Hakim. RUU Jabatan Hakim mendesak untuk segera dibahas," ucap Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond J Mahesa saat dikonfirmasi, Jumat (29/10).
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Terlapor Kasus Suap, 2 Hakim PN Manggala Disanksi Non-palu
Ia belum bisa memastikan kapan tepatnya RUU tersebut akan dibahas Komisi III. Namun, diketahui pekan depan DPR akan kembali memulai masa sidang setelah masa reses akan berakhir pekan ini.
Lebih lanjut dia menerangkan bahwa pengaturan masa jabatan hakim dalam undang-undang perlu segera dilakukan. Pasalnya, selama ini jabatan hakim masih tersebar, bersifat parsial, sehingga terdapat kekosongan hukum.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Padahal, undang-undang lain telah mengatur secara rinci, misalnya terkait kejaksaan, kepolisian bahkan advokat.
Menurut Desmond, sebagai pejabat negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman, hakim perlu menjaga integritas, kemandirian, dan profesionalitas. UU Jabatan hakim nantinya kata dia diharapkan dapat mewujudkan beberapa aspek tersebut.
"UU yang mengatur kejaksaan, kepolisian bahkan advokat sudah lama ada, menjadi wajar kalau kita memerlukan UU Jabatan Hakim," pungkas Desmond.
Anggota Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari, pada 2020, menyebut pentingnya RUU Jabatan Hakim ini salah satunya adalah untuk menuntaskan polemik status hakim, antara sebagai pejabat negara atau Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurutnya, UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN menyebut hakim adalah pejabat negara.
Dalam UU ASN juga diatur tentang perbedaan antara pejabat negara dan ASN. Bahwa, pejabat negara diangkat melalui seleksi, pemilihan, atau penunjukan, ada masa jabatan tertentu, tanpa promosi dan penilaian kerja. Sementara ASN diangkat melalui proses rekrutmen, masa jabatan lebih lama, ada promosi dan penilaian kerja.'
Masalahnya, Indonesia yang menganut hukum sipil menempatkan hakim sebagai ASN. Berbeda dengan negara dengan sistem common law yang menempatkan hakim sebagai profesional.
"Jadi persoalan jika hakim pejabat negara namun sistem manajemen yang digunakan hakim karier, jadi menyimpang dari norma," ucap Aidul, tahun lalu. [non]