WahanaNews-Babel | Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia merilis logo halal baru. Logo tersebut jadi sorotan dan pembicaraan karena merupakan kaligrafi berbentuk gunungan wayang.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan label halal baru yang berlaku secara nasional. Terdapat perubahan kontras antara logo lama yang dikeluarkan oleh MUI.
Baca Juga:
Sertifikasi Halal Timbulkan Perdebatan, Pengamat: Jangan Salah Paham, Peran MUI Tidak Hilang
Jika dulu hijau, logo halal kini berwarna jingga. Lalu, huruf arab halal dibuat kaligrafi berbentuk gunungan wayang.
Logo Halal Baru Dianggap Rumit
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS Bukhori mengkritik label halal baru karena seharusnya logo berfungsi untuk menyederhanakan yang rumit, bukan sebaliknya.
"Terkait dengan logo, logo itu seharusnya fungsinya adalah menyederhanakan yang rumit. Memperjelas yang berserakan. Jadi tidak justru sebaliknya, merumitkan yang jelas," ujar Bukhori saat dihubungi, Minggu (13/3/2022).
Baca Juga:
Bukhori Yusuf Sebut Logo Halal Baru Tidak Cukup Memberi Kejelasan "Halal"
Bukhori meminta Kemenag agar meninjau ulang logo halal yang baru itu. Pasalnya, label halal sangat berkaitan dengan kehidupan banyak orang, mulai dari makanan hingga minuman.
"Nah karena itu kami meminta Kemenag untuk meninjau tentang logo itu. Karena logo ini ada kaitannya dengan persoalan masalah hajat semua orang. Jadi hajat semua orang yang berhubungan dengan semua hajat kehidupan, mulai makan, minum, pakaian, dan seterusnya. Logo halal itu alangkah baiknya memang menyederhanakan sesuatu yang rumit tapi jelas," tuturnya.
Kemudian, Anggota DPR Fadli Zon juga mengkritik logo halal baru Kemenag. Fadli mengatakan logo baru tersebut terkesan etnosentris dan menyembunyikan tulisan 'halal'.
"Logo baru itu terkesan etnosentris dan kelihatan menyembunyikan tulisan 'Halal'-nya," kata Fadli dalam cuitan yang dibagikan kepada wartawan, Senin (14/3/2022).
Fadli berpendapat seharusnya tulisan 'halal' dalam logo halal bisa terbaca jelas. Selain itu, dia menyinggung negara-negara lain di dunia menggunakan penulisan kaligrafi dalam logo.
"Seharusnya tulisan 'Halal' bisa terbaca jelas (informatif) dan bukankah ada kaidah dalam penulisan kaligrafi? Karena itu logo 'Halal' di seluruh dunia tetap jelas bahasa Arab-nya, dengan brand warna hijau," ucapnya.
"Jaminan MUI lebih tepercaya. Yang desain baru tulisan 'halal'-nya aja tak jelas," ujar politikus Gerindra tersebut.
Logo Baru Utamakan Estetika
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta A Tholabi Kharlie menanggapi polemik mengenai perubahan logo halal yang dianggap tidak menunjukkan kata halal sebagaimana logo halal sebelumnya. Bahkan ada yang menganalisis logo baru dari aspek kaligrafinya.
"Logo halal yang baru menggunakan khat Kufi. Khat ini memang tidak ditujukan untuk kepentingan baca-tulis, tapi lebih pada kepentingan estetika. Oleh karena itu, aspek keterbacaan atau kejelasan tulisan menjadi tidak dominan. Terlebih ini digunakan untuk logo yang juga mempertimbangkan aspek kepantasan, keserasian, dan keindahan. Sedangkan logo halal yang lama menggunakan jenis khat Naskhi. Khat yang fungsional tulis-baca," urai Tholabi di Jakarta, Senin (14/3/2022).
Lebih lanjut Tholabi menjelaskan, dari sisi kaidah khat ataupun kaidah imla'i, tidak ada yang keliru dalam penulisan logo tersebut.
"Semua huruf tertulis lengkap, ada ha'-lam alif-lam, tentu dalam bentuk atau model khat Kufi yang tidak rigid secara kaidah khat. Meskipun tentu saja tidaklah sempurna untuk ukuran khat Kufi yang ideal," terang Tholabi, yang juga pernah memimpin Tim Penulis Al-Qur'an Mushaf Banten.
Soal Gunungan yang Dimasalahkan
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Muhammad Aqil Irham menjelaskan soal bentuk gunungan yang jadi sorotan. Menurutnya, gunungan itu memiliki makna dan filosofi khusus.
"Bentuk Label Halal Indonesia terdiri atas dua objek, yaitu bentuk gunungan dan motif surjan atau lurik gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas, lancip ke atas. Ini melambangkan kehidupan manusia," kata Aqil Irham.
Bentuk gunungan itu tersusun sedemikian rupa berupa kaligrafi huruf Arab yang terdiri atas huruf Ḥa, Lam Alif, dan Lam dalam satu rangkaian sehingga membentuk kata Halal," lanjutnya menerangkan.
Bentuk tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia, maka manusia harus semakin mengerucut (golong gilig) manunggaling jiwa, rasa, cipta, karsa, dan karya dalam kehidupan, atau semakin dekat dengan Sang Pencipta.
Sedangkan motif surjan yang juga disebut pakaian takwa mengandung makna-makna filosofi yang cukup dalam. Di bagian leher baju surjan memiliki 3 pasang kancing yang semuanya menggambarkan rukun iman.
Selain itu, motif surjan/lurik yang sejajar satu sama lain juga mengandung makna sebagai pembeda/pemberi batas yang jelas.
"Hal itu sejalan dengan tujuan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia untuk menghadirkan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk," imbuh Aqil Irham. [dny]