Seperti diketahui, nilai aset Blok Corridor yang dijual ke Medco ini mencapai US$ 1,355 miliar atau sekitar Rp 19,5 triliun (asumsi kurs Rp 14.400 per US$). Sementara, nilai kepemilikan saham tambahan APLNG sebesar 10% dari Origin Energy itu mencapai US$ 1,645 miliar (Rp 24 triliun).
Ryan Lance, Chairman dan CEO ConocoPhillips, menyampaikan bahwa kawasan Asia Pasifik memainkan peran penting dalam keunggulan diversifikasi ConocoPhillips sebagai E&P independen.
Baca Juga:
SKK Migas: Produksi Minyak Indonesia Capai 616 Ribu Barel per Hari
Sehingga, kedua transaksi itu (penjualan aset Indonesia dan penambahan kepemilikan APLNG) meningkatkan keunggulan itu dengan menurunkan tingkat penurunan agregat ConocoPhillips dan mendiversifikasi bauran produknya.
"Kami bangga dengan hampir 50 tahun sejarah kami di Indonesia dan senang MedcoEnergi mengakui nilai bisnis ini. Kami juga senang memiliki kesempatan untuk secara efektif menggunakan hasil dari penjualan aset kami di Indonesia untuk kepentingan kepemilikan saham tambahan di APLNG, yang memasok LNG ke pembeli jangka panjang di China dan Jepang dan saat ini merupakan pemasok gas alam terbesar untuk pasar domestik pantai Timur Australia, memenuhi lebih dari 30% dari total permintaannya," terang dia, seperti dikutip dari keterangan resmi ConocoPhillips, dikutip Kamis (09/12/2021).
ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd (CIHL) memegang 100% saham di ConocoPhillips (Grissik) Ltd (CPGL) dan 35% saham di Transasia Pipeline Company Pvt. Ltd. (Transasia). CPGL adalah operator dari Blok Corridor dengan kepemilikan 54% working interest (hak partisipasi).
Baca Juga:
Plant 5 Kilang Minyak Balikpapan Terbakar, Pertamina: Suplai BBM ke Masyarakat Tetap Berjalan Normal
Setelah penjualan aset ini ke Medco, maka artinya ConocoPhillips tak lagi mengelola blok produksi maupun eksplorasi migas di Indonesia.
Dari alasan ConocoPhillips itu terlihat bahwa perusahaan keluar dari Indonesia karena ada portofolio bisnis yang lebih menarik di negara lain, yakni Australia.
Lantas, apa yang membuat Indonesia tak lagi menarik bagi investor migas asing?