“Contohnya seperti saat ini dimana harga tandan buah segar (TBS) yang cukup tinggi sehingga enggan untuk mengganti tanamannya dengan alasan sayang jika buah lagi tinggi tapi diganti dengan tanaman yang baru,” tambah Bagus.
Selain itu, lanjut Bagus, untuk mendorong PSR akan cepat terrealisasi maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 3/tahun 2022 , dimana dalam Permentan tersebut Dinas Kabupaten bisa melaporkan langsung ke BPDPKS untuk dilakukan peremajaan.
Baca Juga:
Polda Kalsel Berhasil Selamatkan 463.299 Petani dari Peredaran Pupuk Ilegal
Sebelumnya, Dinas Kabupaten harus memerikan laporannya ke Dinas Provinsi, lalu ke Ditjen Perkebunan Kementan, baru ke BPDPKS. Tapi dengan adanya Permentan tersebut petani tinggal lapor ke Dinas Kabupaten, dan Dinas Kabupaten bisa langsung ke BPDPKS.
Untuk mempercepat PSR juga dibuat jalur pengusulan baru yaitu kemitraan. Kelembagaan pekebun melakukan kemitraan dengan perusahaan perkebunan dan langsung mengusulkan kepada BPDPKS tanpa lewat Dinas. Tahun 2020 jalur dinas ditargetkan 100.000 Ha, kemitraan 80.000 Ha.
Direktur BPDPKS Sunari menyatakan saat ini aturan rinci pengajuan jalur kemitraan sedang dirancang lewat Peraturan Dirut BPDPKS. Semua upaya ini dilakukan agar semakin banyak menjangkau pekebun.
Baca Juga:
Kekeringan Ancam Panen Padi di Labura, Petani Terancam Rugi
“BPDPKS bersama stake holder lainnya berusaha mempercepat realisasi PSR juga program lainnya seperti sarana dan prasarana dan pengembangan SDM tetapi tetap dengan tata kelola yang baik agar target tercapai,” katanya.
Dari PSR diharapkan meningkatkan produktivitas dan kualitas TBS; penerapan praktik perkebunan yang baik (GAP) dan memperbaiki tata ruang perkebunan. Total realisasi PSR 2016-2021 adalah luas 242.537 Ha, jumlah pekebun 105.684 orang, dana tersalur Rp6,59 triliun.
Sedang program sarpras tahun 2021 4 lembaga pekebun dengan dana Rp21,1 miliar. Sedang program pengembangan SDM 9.769 peserta pelatihan dan beasiswa 3.265 mahasiswa. Dana tersalur Rp199,01 di 21 provinsi. [dny]