"Kami sangat memahami kondisi dilematis, jika ingin harga listrik yang murah masih berbasis energi kotor. Tetapi seiring berjalannya waktu saat ini pembangkit berbasis energi bersih makin murah dan ini menjadi landasan kuat kami melakukan perubahan," ucapnya.
Tak hanya itu, lanjut Darmawan, PLN membuka kesempatan bagi mitra yang memiliki teknologi yang telah terbukti dan terjangkau untuk menggantikan PLTD tersebut.
Baca Juga:
Waspada Banjir, Ini Tips Amankan Listrik saat Air Masuk Rumah
"Kita unlock semua teknologi baterai sebagai cadangan daya. Kita undang semua potensial partner untuk partisipasi. Kompetisi ini untuk bisa mendrive harga yang lebih murah dari energi bersih," katanya.
Untuk mencapai target Carbon Neutral 2060, PLN telah menyiapkan beberapa langkah strategis. Pertama, PLN akan mengembangkan pembangkit EBT sesuai RUPTL 2021-2030, dengan target penambahan kapasitas pembangkit EBT sebesar 20,9 GW dan bauran EBT sebesar 24,8 persen pada 2030.
Di samping itu, PLN akan terus mengoptimalisasi penerapan co firing pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) hingga mencapai kapasitas 1,8 GW.
Hingga saat ini, cofiring biomassa telah diimplementasikan di 28 lokasi dari target 52 lokasi tahap implementasi pada 2025.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
Terakhir, PLN akan mulai memensiunkan PLTU secara bertahap hingga 2056. Rencananya, 1 GW PLTU subcritical akan mulai dipensiunkan mulai 2030.
Selanjutnya, 19 GW sub/supercritical pada 2040, dan 23 GW ultra super critical di 2056.
Sebagai upaya pencapaian Net Zero Emission, PLN juga menggandeng The Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia untuk pengembangan kajian pengelolaan perubahan iklim.