Diberitakan sebelumnya, Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) mendorong pemerintah untuk memberlakukan skema Feed-in Tariff (FiT) dalam pembahasan daftar inventarisasi masalah atau DIM rancangan undang-undang energi baru dan energi terbarukan (RUU EB-ET) yang saat ini masuk dalam proses pendalaman setiap pasal hasil inisiatif parlemen.
Permintaan itu juga menyasar pada tarif EBT yang tertuang dalam Perpres No.112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik Ketua Umum API Priyandaru Effendi mengatakan skema itu bakal mempercepat upaya pengembangan pembangkit listrik panas bumi yang saat ini terkendala dari sisi tarif yang ditetapkan oleh PLN.
Baca Juga:
Tujuh Tahun Terakhir, Rasio Elektrifikasi PLN NTT Naik 34 Persen
Menurut Priyandaru, tarif yang ditetapkan berdasarkan kemampuan PLN itu tidak mampu menutupi biaya proyek pengembangan pembangkit berbasis panas bumi tersebut.
“Kita dalam posisi tidak ingin negosiasi business to business (B2B) dengan PLN, tapi langsung saja penugasan untuk mempercepat pengembangan karena negosiasi akan memakan waktu,” kata Priyandaru saat dihubungi, Kamis (11/8/2022).
Dengan FiT itu, Priyandaru mengatakan, setiap daerah yang melakukan pelelangan proyek sudah menetapkan harga untuk perjanjian jual beli tenaga listrik atau power purchase agreement di depan kontrak.
Baca Juga:
Sambut HLN Ke-79, Donasi Insan PLN Terangi 3.725 Keluarga se-Indonesia
Dengan demikian, keekonomian proyek panas bumi dapat lebih terjamin untuk pengembangan industri energi bersih lebih cepat dan efisien.
“Kita tidak perlu negosiasi dengan PLN itu bisa mengurangi waktu pengembangan rata-rata sekarang kan 10 sampai 12 tahun, normalnya bisa dicapai 7 tahun,” tuturnya. [dny]