Dana bantuan PSR yang dikelola oleh gabungan kelompok tani itu lantas dipergunakan untuk kegiatan penebangan batang kelapa sawit yang tidak produktif "Tumbang Chipping" atau kelapa sawit yang tidak dilengkapi sertifikat resmi, pembelian dan penanaman kembali bibit kelapa sawit yang unggul, pembelian pupuk serta kebutuhan yang lain.
Subhan mengatakan, penerimaan bantuan program PSR dibutuhkan karena diketahui dana sebesar Rp30 juta per hektare diharapkan mencukupi untuk peremajaan tanaman sawit.
Baca Juga:
Peran Strategis BPDPKS: Pendorong Harga TBS dengan Program Berkelanjutan
"Untuk perawatan kebun sawit yang ditanami melalui program PSR, diserahkan ke pihak petani sebagai pemilik kebun," ujarnya.
Diketahui, program PSR sendiri adalah jalan meningkatkan produktivitas sawit petani dari 200 - 600 kilogram tandan buah segar/hektar/bulan dengan produksi CPO 2 hingga 2,5 ton CPO per tahun, menjadi 2,5 - 3,5 ton tandan buah segar/hektar/bulan dengan produksi CPO 6,5 - 9 ton CPO per tahun.
Menangkap masukan dan input baik yang ada, BPDPKS bersama Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Ditjenbun Kementan) bersinergi untuk mengoptimalkan penyaluran dana PSR.
Baca Juga:
BPDPKS: Mesin Waktu Petani Kelapa Sawit Menuju Produktivitas Tinggi
Terpisah, Kepala Divisi Pemungutan Biaya dan Iuran CPO BPDPKS, Ahmad Munir menyatakan, penyaluran dana BPDPKS untuk PSR dan sarana prasarana yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pekebun.
Oleh karena itu, lanjutnya, upaya percepatan PSR oleh BPDPKS dilakukan melalui koordinasi dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan yaitu Ditjenbun, dinas provinsi serta dinas kabupaten yang menangani perkebunan dalam hal koordinasi dan sinkronisasi pendataan usulan peremajaan.
Ahmad Munir menyatakan, sejumlah upaya untuk percepatan PSR yakni melakukan FGD bersama Ditjenbun, GAPKI, BPKHTL, ATR BPN dengan tema percepatan pengajuan pengusulan PSR jalur kemitraan, osialisasi dan bimbingan teknis penginputan dokumen ke aplikasi PSR online.